Sabtu, 22 November 2014

"AL Amanah wal Wafa bil Ahdi"

""AL Amanah wal Wafa Ahdi berasal dari  dua AL Amanah memiliki pengertian yang lebih umum meliputi semua beban yang harus dilaksanakn,baik ada perjanjian maupun tidak,sedangkan AL Wafa bil Ahdi hanya baerkaitan dengan sesuatu yang terdapat perjanjian.Namun kedua istilah iti digabung satu kesatuan.Yang pengertianya meliputi dapat di percaya,setia,dan tepat janji
    Dapat dipercaya adalah sifat yang di lekat kan pada seseorang yang dapat melaksankan tugas yang di pukulnya,baik yang bersifat diniyah maupun ijtima'iyah.Setia mengandung pengertian kepatuhan dan ke taatan terhadap Allah dan pimpinan/penguasa sepanjang tidak memerintah untuk berbuat maksiat.Sedangkan tepat janji mengandung arti malaksanakan semua perjanjian baik perjanjian  yang dibuatnya sendiri maupun perjanjian yang melekat karena kedudukanya sebagai orang mukallaf dan meliputi janji pemimpin terhadap yang di pimpinnya,jani sesama anggota masyarakat,antara sesama anggota keluarga dan individu
Firman Allah SAW surat An NIsa ayat 58:
dengan artinya:"sesunguhnya Allah memerintahkan kamu sekalian untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya..""
  ayat ini ,kaitanya dengan tanggung jawab.Allah memerintah kan setiap orang untuk melaksakan tanggung jawab dengan sebaik baiknya.Apabila seseorang mendapatkan tugas dari orang lain,baik berupa materi atau tidak,maka ia harus benar benar bisa mempertanggung jawabkan kepada yang memberi tugas itu.
  Dalam hubungannya dengan janji,Allah berfirman dalam surat AL maidah ayat 1:
dengan Artinya :Hai orang orang yang  beriman,penuhilah perjanjian-perjanjianitu.
pada ayat ini Allah memerintahkan kepada orang yang beriman untuk selalu menepati janji.janji itu kadang dibuat dengan orang lain,baik tertulis atau hanya dengan lisan saja.janji kadang juga di buat dengan diriny sendiri.
Dan janji kepada Allah .semua janji itu harus ditepati dan tidak boleh dikhianati.
setiap orang mu'min dengan membaca syahadat,berarti ia berjanji kepada Allah untuk beribadah hanya kepada Allah.Dalam sebuah orgisasi,anggotanya secara otomatios harus berjanji untuk tunduk kepada perturan organisasi itu
Dengan demikian maka ia harus bisa  melaksanakan peraturan itu dengan sebaik baiknya.Setiap murid juga otomatis berjanji melaksanakan tata tertib sekolah itu.
  Begitu juga seseorang yang berjanji kepada orang lain untik membayr hutangnya,atau akan memberi hadiah kepada orang lain,atau seorang murid berjanji datang kerumah temannya untuk mengerjakan PR atau yang lain.,mka mereka harus bisa menepati janjinya.Akan tetapi apabila karena sesuatu hal,ia tidak melaksanakan janji itu tanpa dibuat buat,maka ia harus menyampaikan alasan kepada orang yang di janjiakan,dengan alsan yang jujur."""///..

Sabtu, 08 November 2014

         SEBAB SEBAB MUNCULNYA NABI PALSU PADA AKHIR ZAMAN!!

PADA SAAT KETIKA KEYAKINAN UMAT MUSLIM di dalam agama Islam yang tidak dapat diganggu gugat adalah bahwa nabi Muhammad bin Abdullah Al-Hasyimi Al-Qurasyi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah utusan Allah kepada seluruh bangsa di dunia, dari kalangan jin dan manusia. Dan bahwa beliau adalah penutup seluruh para nabi dan rasul, tidak ada lagi nabi dan rasul setelah beliau. Maka barangsiapa mengaku sebagai nabi atau rasul, pembawa syari’at baru atau tanpa syari’at baru, setelah nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, atau membenarkan pengakuan seseorang sebagai nabi, sesungguhnya ikatan Islam telah lepas dari dirinya.

Akan tetapi, hikmah Allah telah menetapkan bahwa Dia akan menguji keimanan hamba-hambanya dengan memunculkan orang-orang yang mengaku sebagai nabi setelah nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bagi orang yang memiliki ilmu warisan dari Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka peristiwa itu akan menambah keyakinan dan keimanannya terhadap kebenaran nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan agama yang beliau bawa. Karena memang fenomena akan munculnya para dajjal (pendusta) yang mengaku sebagai nabi itu telah diberitahukan oleh beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam di masa kehidupannya.

Maka di sini, -insya Allah- kami akan membahas seputar masalah ini, agar kaum muslimin selamat dari kesesatan yang dapat mengeluarkan mereka dari agamanya ini. Mudah-mudahan Allah membimbing kita semua di atas jalan yang lurus. Aamiin.

*. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam utusan Allah kepada seluruh manusia.
Allah berfirman:

قُلْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لآ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ يُحْيِ وَيُمِيتُ فَئَامِنُوا بِاللهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Katakanlah: "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan yang mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk. [Al-A'raff : 158]

وَ مَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَآفَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ

Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. [Saba :28]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً

Dan semua nabi (sebelumku) diutus hanya kepada kaumnya, sedangkan aku diutus kepada seluruh manusia. [HSR. Al-Bukhari no: 335; Muslim no: 521; An-Nasai no: 432, dari Jabir bin Abdullah]

*. Barangsiapa –dari bangsa atau agama apapun juga- telah mendengar dakwah nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian tidak beriman kepada agama beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam maka dia akan menjadi penghuni neraka, kekal di dalamnya, selama-lamanya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

“Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya! Tidaklah seorangpun dari umat ini, baik seorang Yahudi atau Nashrani, yang mendengar tentang aku, kemudian dia mati, dan tidak beriman dengan (agama) yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.” [HSR. Muslim, no: 240, dari Abu Hurairah]

*. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah penutup seluruh para nabi, tidak ada lagi nabi setelah beliau.
Allah berfirman:

مَّاكَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. [Al-Ahzaab : 40]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مَثَلِي وَمَثَلَ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ إِلَّا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ هَلَّا وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ قَالَ فَأَنَا اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتِمُ النَّبِيِّينَ

Sesungguhnya perumpamaan diriku dan para Nabi lainnya sebelumku, seperti seorang lelaki yang membangun sebuah rumah. Ia mengerjakannya dengan baik dan indah, kecuali sebuah batu bangunan di pojoknya. Manusia-pun lantas mengelilinginya dan mengaguminya, dan mereka berkomentar: “Kenapa tidak diletakkan sebuah batu bangunan di tempat ini?”.
Beliau bersabda: “Akulah batu bangunan itu. Dan akulah penutup para Nabi”. [HSR. Al-Bukhari no: 3535; Muslim no: 2286, dan lainya, dari Abu Hurairah]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:

أَنَا مُحَمَّدٌ وَأَنَا أَحْمَدُ وَأَنَا الْمَاحِي الَّذِي يُمْحَى بِيَ الْكُفْرُ وَأَنَا الْحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى عَقِبِي وَأَنَا الْعَاقِبُ وَالْعَاقِبُ الَّذِي لَيْسَ بَعْدَهُ نَبِيٌّ

“(Saya memiliki empat nama:) Saya Muhammad (yang terpuji). Saya Ahmad (yang banyak memuji atau dipuji). Saya Al-Mahi (penghapus), dimana dengan perantaraanku Allah menghapus kekufuran. Saya Al-Hasyir (Pengumpul), yang mana manusia nanti akan dikumpulkan dihadapanku. Saya juga bernama Al-‘Aqib (yang belakangan) yaitu yang tak ada Nabi lagi yang datang sesudahku”. [HSR. Al-Bukhari no: 3532; Muslim no: 2354, dan lainya, dari Jubair bin Muth’im. Lafazh ini pada riwayat Muslim, kalimat dalam kurung pada riwayat Bukhari]

Dalam hadits lain diriwayatkan:

عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى تَبُوكَ وَاسْتَخْلَفَ عَلِيًّا فَقَالَ أَتُخَلِّفُنِي فِي الصِّبْيَانِ وَالنِّسَاءِ قَالَ أَلَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى إِلَّا أَنَّهُ لَيْسَ نَبِيٌّ بَعْدِي

Dari Mush’ab bin Sa’d dari bapaknya, bahwa Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menuju Tabuk, dan menjadikan Ali sebagai pengganti beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam (memimpin kota Madinah). Lalu Ali berkata: “Apakah anda menjadikan aku sebagai pengganti(mu) mengurusi anak-anak kecil dan para wanita?”. Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: “Tidakkah engkau ridha jika kedudukanmu dariku sebagaimana kedudukan Harun dari Musa, tetapi sesungguhnya tidak ada nabi setelah aku.” [HR. Bukhari, kitab: Al-Maghazi, no:4416; Muslim, no:2404, lafazhnya bagi imam Bukhari]

Lihatlah betapa indahnya ungkapan Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Ali bin Abi Thalib, hal itu sekaligus menutup keyakinan adanya nabi ummati atau nabi tanpa syari’at setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam [1], sebagaimana nabi Harun adalah nabi yang syari’atnya mengikutri nabi Musa ‘alaihimassalam.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ

Dahulu Bani Israil dipimpin oleh para nabi, setiap seorang nabi wafat, dia diganti oleh nabi yang lain. Dan sesungguhnya tidak ada nabi setelah aku, tetapi akan ada para khalifah, dan jumlah mereka banyak. [HR. Bukhari, kitab: Ahadits al-Ambiya’, no:3455; Muslim, no:44/1842, dari Abu Hurairah]

Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah berkata: “Sesungguhnya beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah penutup para Nabi, pemimpin orang-orang yang bertakwa, dan penghulu para rasul”. Beliau juga berkata: “Segala pengakuan Nabi sesudah baliau adalah kesesatan dan (mengikuti) hawa nafsu”.

Imam Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi rahimahullah berkata: “Ketika terbukti bahwa beliau adalah penutup para Nabi, maka dapat diketahui bahwa siapapun yang mengaku Nabi sesudahnya adalah pendusta”.
*. Munculnya Nabi-Nabi Palsu.
Termasuk kesempurnaan agama Islam ini adalah bahwa tidak ada satu kebaikanpun yang dapat mendekatkan ke sorga, dan menjauhkan dari neraka, kecuali telah diperintahkan atau dianjurkan kepada umat.

Demikian pula tidak ada satu keburukkan-pun yang dapat menjauhkan dari sorga, dan mendekatkan ke neraka, kecuali umat telah dilarang atau diperingatkan darinya.

Dan termasuk keburukan tersebut adalah akan munculnya para pembohong yang mengaku sebagai nabi, hal itu termasuk tanda-tanda kecil hari kiamat, sebagaimana telah diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ قَرِيبًا مِنْ ثَلَاثِينَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ

“Tidak akan datang hari kiamat sehingga dibangkitkan pembohong – pembohong besar yang jumlahnya mendekati tigapuluh orang, masing – masing mengaku sebagai utusan Allah.” [HSR. Bukhari, Kitab Al-Manaqib, Bab: ‘Alamatan-Nubuwwah; Muslim, Kitab Al-Fitan wa Asyroth As-Sa’ah, dari Abu Hurairah]

Dalam hadits yang lain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ وَحَتَّى يَعْبُدُوا الْأَوْثَانَ وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي ثَلَاثُونَ كَذَّابُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي

“Tidak akan datang kiamat sehingga beberapa qabilah dari umatku bergabung dengan orang-orang musyrik dan sehingga mereka menyembah berhala-berhala. Dan sesungguhnya akan ada di kalangan umatku ini tiga puluh orang pembohong besar yang masing-masing mengaku sebagai nabi, padahal aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi sama sekali sesudahku.” [HR. Abu Dawud dan Tirmidzi dari Tsauban, dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ush Shaghir no: 7295]

Al-Hafizh Ibnu hajar Al-‘Asqalani rahimahullah mengomentari tentang jumlah tiga puluh nabi palsu tersebut dengan perkataannya: “(Jumlah 30) yang dimaksudkan di dalam hadits tersebut bukanlah untuk semua orang yang mengaku sebagai nabi secara mutlak. Karena jumlah mereka sebenarnya tak terbatas; tetapi yang dimaksud dengan jumlah dalam hadist tersebut ialah untuk orang yang mengaku menjadi nabi dan memiliki kekuasaan, serta menimbulkan syubhat (kesamaran)”. [7]

*. Kenyataan Membuktikan Kebenaran:
Kemudian sejarah telah mencatat nama-nama pendusta yang telah disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas, di antara mereka yang telah muncul ialah:[8]

1.Musailamah Al-Kadzdzab. Dia berasal ldari kota Yamamah, dan mengaku menjadi nabi pada akhir zaman Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Lantas beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuratinya dan menamainya Musailamah Al-Kadzdzab. Orang ini memiliki banyak pengikut, dan bahaya yang ditimbulkannya terhadap kaum muslimin cukup besar, hingga ia dihabisi riwayatnya oleh para sahabat pada masa pemerintahan Abu-Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu 'anhu dalam perang Yamamah.

2. Di Yaman muncul pula Al-Aswad Al-‘Ansi yang mengaku sebagai nabi, lalu dibunuh pula oleh para sahabat sebelum wafatnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

3. Dan muncul pula Sajah At-Tamimiyah, seorang wanita yang mengaku sebagai nabi, dan dia dikawini oleh Musailamah. Konon Sajah ini kemudian bertobat.

4. Demikian pula Thulaihah bin Khuwailid As-Asadi. Dia muncul di zaman khalifah Abu Bakar, namun lalu ia bertobat dan meninggal di dalam agama Islam, di zaman khalifah Umar bin Al-Khaththab, menurut pendapat yang benar.

5. Lalu muncul pula Al-Mukhtar bin Abi Ubaid Ats-Tsaqafi yang menampakkan cintanya kepada ahlul-bait (keluarga rumah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam), serta menuntut balas atas kematian Husein bin Ali Radhiyallahu 'anhuma. Pengikutnya banyak sekali, bahkan dapat mendominasi kota Kufah pada permulaan pemerintahan Ibnu Zubair. Kemudian ia diperdayakan oleh syaitan, sehingga ia mengaku menjadi nabi dan mengaku malaikat Jibril turun kepadanya. Di dalam Sunan Abu Daud, sesudah meriwayatkan hadits mengenai pembohong-pembohong besar itu, Ibrahim An-Nakha’i bertanya kepada Ubaidah As-Salmani: [9]. “Apakah engkau menganggap Mukhtar ini termasuk mereka (pembohong – pembohong besar itu)?”. Ubaidah menjawab: “Ketahuilah, ia termasuk tokohnya.” [Aunul Ma’bud Syarh Abi Dawud XI: 486]

6. Dan diantaranya lagi adalah Al-Harits Al-Kadzdzab yang muncul pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, lalu dia di bunuh. Dan pada pemerintahan Bani Abbas juga muncul sejumlah pembohong.

7. Termasuk para pendusta tersebut adalah Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani dari India. Dia dilahirkan th 1839 M atau 1840 M di Qadiyan, India. Ia mengaku sebagai nabi, dan sebagai Al-Masih yang ditunggu. Ia juga mengatakan bahwa Isa tidak hidup di langit, serta lain – lain pengakuan dan ajaran batilnya. Para ulama telah membantah pendapatnya dan ajarannya-ajarannya, dan mereka menyatakan bahwa dia termasuk salah seorang pembohong besar. Para pengikut Qadiyaniyah ini (mereka sering menyebut sebagai Ahmadiyah) tersebar di Eropa, Amerika, Afrika, Asia, dan lainnya. Termasuk di Bogor, Semarang dan lainnya di Indonesia.

Pendusta ini memulai pengakuannya dengan sedikit demi sedikit. Mula-mula dia mengaku mendapatkan ilham, lalu mengaku sebagai mujaddid (pembaharu agama), lalu mengaku serupa dengan nabi Isa, lalu mengaku sebagai nabi Isa yang dijanjikan akan turun di akhir zaman, lalu pada th 1901 M mengaku sebagai nabi yang sempurna kenabiannya, lalu pada th 1904 M mengaku sebagai Kresna. Sedangkan Kresna adalah salah satu tuhan yang disembah orang-orang Hindu.

DR. Nashir bin Abdullah Al-Qifari dan DR. Nashir bin Abdul Karim Al-‘Aql berkata di dalam buku keduanya: “Sebagaimana telah lewat, bahwa Mirza Ghulam Ahmad memulai pengakuannya dengan sedikit demi sedikit. Oleh karena inilah orang-orang Qadiyaniyah sering mengelabui sebagian kaum muslimin dengan perkataan-perkataan lama Mirza Ghulam Ahmad sebelum pengakuannya sebagai nabi, karena barangsiapa mengaku sebagai nabi, dia menjadi kafir. Mereka berusaha menutupi pengakuan-pengakuannya yang baru, yang dia mengaku sebagai nabi, dengan teks-teks yang lama tersebut. Dan sebagian penulis telah tertipu dengan hal ini.” [Al-Mujaz Fil Adyan Wal Madzahib Al-Mu’ashirah, hal:151]

Akhir riwayat nabi palsu tersebut adalah ketika pada th 1907 M, dia menantang mubahalah [10] salah seorang alim salafi terkenal di India yang bernama Syeikh Tsanaullah Al-Amiritsari, yang membongkar kekafiran pendusta ini. Pada 5 April 1907 Mirza membuat tulisan yang berisi permohonan dan doa kepada Allah, agar mematikan si pendusta di antara keduanya, semasa salah satunya masih hidup, dan agar Allah menimpakan penyakit semacam wabah yang membawa kematiannya. Maka Allahpun menampakkan al-haq dan membongkar kedustaan itu. Setelah 13 bulan dan 10 hari datanglah apa yang dimohon oleh pendusta tersebut, dan dia mampus dengan penyakit wabah pada tgl 26 Mei 1908 M. Adapaun Syeikh Tsanaullah masih hidup 40 th setelah kematian pendusta tersebut. Beliau wafat pada tgl 15 Maret 1948. [Al-Mujaz Fil Adyan Wal Madzahib Al-Mu’ashirah, hal:148]

Pembohong – pembohong itu akan senantiasa muncul satu persatu hingga muncul yang terakhir, yang buta sebelah matanya, Dajjal. Imam Ahmad meriwayatkan dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu 'anhu pada waktu khutbahnya pada waktu terjadi gerhana matahari yang terjadi pada zamannya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

وَإِنَّهُ وَاللَّهِ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَخْرُجَ ثَلَاثُونَ كَذَّابًا آخِرُهُمُ الْأَعْوَرُ الدَّجَّالُ

Demi Allah, tidak akan datang kiamat sehingga muncul tigapuluh orang pembohong besar, dan yang terakhir dari mereka adalah (dajjal) yang buta sebelah matanya, sang pembohong besar.” [HR. Ahmad, dari Samurah bin Jundub]
5. Munculnya Nabi-Nabi Palsu.
Termasuk kesempurnaan agama Islam ini adalah bahwa tidak ada satu kebaikanpun yang dapat mendekatkan ke sorga, dan menjauhkan dari neraka, kecuali telah diperintahkan atau dianjurkan kepada umat.

Demikian pula tidak ada satu keburukkan-pun yang dapat menjauhkan dari sorga, dan mendekatkan ke neraka, kecuali umat telah dilarang atau diperingatkan darinya.

Dan termasuk keburukan tersebut adalah akan munculnya para pembohong yang mengaku sebagai nabi, hal itu termasuk tanda-tanda kecil hari kiamat, sebagaimana telah diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ قَرِيبًا مِنْ ثَلَاثِينَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ

“Tidak akan datang hari kiamat sehingga dibangkitkan pembohong – pembohong besar yang jumlahnya mendekati tigapuluh orang, masing – masing mengaku sebagai utusan Allah.” [HSR. Bukhari, Kitab Al-Manaqib, Bab: ‘Alamatan-Nubuwwah; Muslim, Kitab Al-Fitan wa Asyroth As-Sa’ah, dari Abu Hurairah]

Dalam hadits yang lain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ وَحَتَّى يَعْبُدُوا الْأَوْثَانَ وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي ثَلَاثُونَ كَذَّابُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي

“Tidak akan datang kiamat sehingga beberapa qabilah dari umatku bergabung dengan orang-orang musyrik dan sehingga mereka menyembah berhala-berhala. Dan sesungguhnya akan ada di kalangan umatku ini tiga puluh orang pembohong besar yang masing-masing mengaku sebagai nabi, padahal aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi sama sekali sesudahku.” [HR. Abu Dawud dan Tirmidzi dari Tsauban, dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ush Shaghir no: 7295]

Al-Hafizh Ibnu hajar Al-‘Asqalani rahimahullah mengomentari tentang jumlah tiga puluh nabi palsu tersebut dengan perkataannya: “(Jumlah 30) yang dimaksudkan di dalam hadits tersebut bukanlah untuk semua orang yang mengaku sebagai nabi secara mutlak. Karena jumlah mereka sebenarnya tak terbatas; tetapi yang dimaksud dengan jumlah dalam hadist tersebut ialah untuk orang yang mengaku menjadi nabi dan memiliki kekuasaan, serta menimbulkan syubhat (kesamaran)”. [7]

6. Kenyataan Membuktikan Kebenaran:
Kemudian sejarah telah mencatat nama-nama pendusta yang telah disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas, di antara mereka yang telah muncul ialah:[8]

1.Musailamah Al-Kadzdzab. Dia berasal ldari kota Yamamah, dan mengaku menjadi nabi pada akhir zaman Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Lantas beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuratinya dan menamainya Musailamah Al-Kadzdzab. Orang ini memiliki banyak pengikut, dan bahaya yang ditimbulkannya terhadap kaum muslimin cukup besar, hingga ia dihabisi riwayatnya oleh para sahabat pada masa pemerintahan Abu-Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu 'anhu dalam perang Yamamah.

2. Di Yaman muncul pula Al-Aswad Al-‘Ansi yang mengaku sebagai nabi, lalu dibunuh pula oleh para sahabat sebelum wafatnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

3. Dan muncul pula Sajah At-Tamimiyah, seorang wanita yang mengaku sebagai nabi, dan dia dikawini oleh Musailamah. Konon Sajah ini kemudian bertobat.

4. Demikian pula Thulaihah bin Khuwailid As-Asadi. Dia muncul di zaman khalifah Abu Bakar, namun lalu ia bertobat dan meninggal di dalam agama Islam, di zaman khalifah Umar bin Al-Khaththab, menurut pendapat yang benar.

5. Lalu muncul pula Al-Mukhtar bin Abi Ubaid Ats-Tsaqafi yang menampakkan cintanya kepada ahlul-bait (keluarga rumah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam), serta menuntut balas atas kematian Husein bin Ali Radhiyallahu 'anhuma. Pengikutnya banyak sekali, bahkan dapat mendominasi kota Kufah pada permulaan pemerintahan Ibnu Zubair. Kemudian ia diperdayakan oleh syaitan, sehingga ia mengaku menjadi nabi dan mengaku malaikat Jibril turun kepadanya. Di dalam Sunan Abu Daud, sesudah meriwayatkan hadits mengenai pembohong-pembohong besar itu, Ibrahim An-Nakha’i bertanya kepada Ubaidah As-Salmani: [9]. “Apakah engkau menganggap Mukhtar ini termasuk mereka (pembohong – pembohong besar itu)?”. Ubaidah menjawab: “Ketahuilah, ia termasuk tokohnya.” [Aunul Ma’bud Syarh Abi Dawud XI: 486]

6. Dan diantaranya lagi adalah Al-Harits Al-Kadzdzab yang muncul pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, lalu dia di bunuh. Dan pada pemerintahan Bani Abbas juga muncul sejumlah pembohong.

7. Termasuk para pendusta tersebut adalah Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani dari India. Dia dilahirkan th 1839 M atau 1840 M di Qadiyan, India. Ia mengaku sebagai nabi, dan sebagai Al-Masih yang ditunggu. Ia juga mengatakan bahwa Isa tidak hidup di langit, serta lain – lain pengakuan dan ajaran batilnya. Para ulama telah membantah pendapatnya dan ajarannya-ajarannya, dan mereka menyatakan bahwa dia termasuk salah seorang pembohong besar. Para pengikut Qadiyaniyah ini (mereka sering menyebut sebagai Ahmadiyah) tersebar di Eropa, Amerika, Afrika, Asia, dan lainnya. Termasuk di Bogor, Semarang dan lainnya di Indonesia.

Pendusta ini memulai pengakuannya dengan sedikit demi sedikit. Mula-mula dia mengaku mendapatkan ilham, lalu mengaku sebagai mujaddid (pembaharu agama), lalu mengaku serupa dengan nabi Isa, lalu mengaku sebagai nabi Isa yang dijanjikan akan turun di akhir zaman, lalu pada th 1901 M mengaku sebagai nabi yang sempurna kenabiannya, lalu pada th 1904 M mengaku sebagai Kresna. Sedangkan Kresna adalah salah satu tuhan yang disembah orang-orang Hindu.

DR. Nashir bin Abdullah Al-Qifari dan DR. Nashir bin Abdul Karim Al-‘Aql berkata di dalam buku keduanya: “Sebagaimana telah lewat, bahwa Mirza Ghulam Ahmad memulai pengakuannya dengan sedikit demi sedikit. Oleh karena inilah orang-orang Qadiyaniyah sering mengelabui sebagian kaum muslimin dengan perkataan-perkataan lama Mirza Ghulam Ahmad sebelum pengakuannya sebagai nabi, karena barangsiapa mengaku sebagai nabi, dia menjadi kafir. Mereka berusaha menutupi pengakuan-pengakuannya yang baru, yang dia mengaku sebagai nabi, dengan teks-teks yang lama tersebut. Dan sebagian penulis telah tertipu dengan hal ini.” [Al-Mujaz Fil Adyan Wal Madzahib Al-Mu’ashirah, hal:151]

Akhir riwayat nabi palsu tersebut adalah ketika pada th 1907 M, dia menantang mubahalah [10] salah seorang alim salafi terkenal di India yang bernama Syeikh Tsanaullah Al-Amiritsari, yang membongkar kekafiran pendusta ini. Pada 5 April 1907 Mirza membuat tulisan yang berisi permohonan dan doa kepada Allah, agar mematikan si pendusta di antara keduanya, semasa salah satunya masih hidup, dan agar Allah menimpakan penyakit semacam wabah yang membawa kematiannya. Maka Allahpun menampakkan al-haq dan membongkar kedustaan itu. Setelah 13 bulan dan 10 hari datanglah apa yang dimohon oleh pendusta tersebut, dan dia mampus dengan penyakit wabah pada tgl 26 Mei 1908 M. Adapaun Syeikh Tsanaullah masih hidup 40 th setelah kematian pendusta tersebut. Beliau wafat pada tgl 15 Maret 1948. [Al-Mujaz Fil Adyan Wal Madzahib Al-Mu’ashirah, hal:148]

Pembohong – pembohong itu akan senantiasa muncul satu persatu hingga muncul yang terakhir, yang buta sebelah matanya, Dajjal. Imam Ahmad meriwayatkan dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu 'anhu pada waktu khutbahnya pada waktu terjadi gerhana matahari yang terjadi pada zamannya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

وَإِنَّهُ وَاللَّهِ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَخْرُجَ ثَلَاثُونَ كَذَّابًا آخِرُهُمُ الْأَعْوَرُ الدَّجَّالُ

Demi Allah, tidak akan datang kiamat sehingga muncul tigapuluh orang pembohong besar, dan yang terakhir dari mereka adalah (dajjal) yang buta sebelah matanya, sang pembohong besar.” [HR. Ahmad, dari Samurah bin Jundub]

SEBAB MUNCULNYA FIRQOH  DALAM ISLAM!!!



      Kesatuan Aqidah Pada Zaman Rasulullah SAW, Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar Bin Khatob
1. Masa Rasulullah SAW
Di tengah-tengah bangsa yang sedang berkecamuk menghebatnya perpecahan di kalangan mereka, Allah SWT, dengan kemurahan-Nya telah mengutus seorang Rasul Nabi penutup dari segala Nabi, yaitu Nabi Muhammad SAW, yang lahir pada tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun Gajah atau bertuju pada tanggal 20 April 571 M.
Dengan datangnya Nabi Muhammad SAW, pada zaman Jahiliyah ini adalah bertugas untuk mengubah dan mengembalikan mereka ke arah kebenaran, baik dalam bidang agama maupun dalam bidang kemasyarakatan.
Di masa Nabi Muhammad masih hidup diantara para sahabat tidak pernah ada yang menanyakan tentang sifat-sifat Allah, sebab kesemuanya telah ada dalam Al-Qur’an. Yang seringmereka tanyakan hanyalah soal-sola ibadat, seperti shalat, zakat, puasa dala lain-lain sebagainya.
Kemudian setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka menginjaklah masa sahabat. Di masa sahabat inilah sebenarnya akan mulai timbul penyelewengan-penyelewengan dalam ketauhidan, misalnya timbul gerakan Musailamah Al-Kazzab, namun berkat kesungguhan para sahabat Nabi, penyelewengan-penyelewengan ini dapat dikikis habis. Karena itu ketauhidan di zaman sahabat baik zaman Khalifah Abu Bakar, Umar bin Khatob, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib masih tetap murni seperrti pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Perpecahan dan bergolong-golong dalam Islam, sejak dahulu telah dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW, sebagaimana dinyatakan dalam sabdanya :
اِنَّ بَنِيْ اِسْرَائِلَ تَفَرَّقَتْ عَلَي ثِنْتَيْنِ وسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ اُمَّتِيْ عَلَي ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً, قَالُوْا : وَمَنْ هِيَ يَا رَسُوْلُ اللَّهِ؟ قَالَ : مَاأَنَا عَلَيْهِ وَاَصْحَابِيْ (رواه الترمذي)
Artinya :”Bahwasanya bani israil telah terpecah menjadi 72 millah (faham/aliran) dan akan terpecah umatku menjadi 73 aliran, semuanya masuk neraka, kecuali satu. Para sahabat bertanya :”Siapakah yang satu itu ya Rasulullah? Nabi menjawab : yang satu itu ialah orang yang beri’tiqad sebagaimana i’tiqadku dan i’tiqad sahabat-sahabatku.”(H.R. Tirmizi).[1]
2. Sebab-sebab Timbulnya Firqah dalam Islam
Sejak awal, Rasulullah SAW, sudah menggambarkan akan terjadi perbedaan ummat Islam dalam memahami maupun menjalankan ajaran Islam. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits-hadits yang bertalian dengan akan adanya firqah- firqah yang berselisih faham dalam lingkkungan ummat Islam. Hadits tersebut diantaranya :
فَأَنَّهُ مَنْ يَعْشِ مِنْكُمْ مِنْ بَعْدِيْ فَسَيَرَي اِخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّتِيْ الْخُلَفَاءِ الرَّشِدِيْنَ الْمُهْتَدِيْنَ تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِدِ (رواه ابو داود)
Artinya : “Bahwasannya siapa yang hidup (lama) diantaramu niscaya akan melihat perselisihan (faham) yang banyak. Ketika itu berpegang teguhlah kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur-Rasyidin yang diberi hidayat. Pegang teguh itu dan gigitlah dengan gigi gerahammu”.(H.R. Abu Daud).
Adapun firqah- firqah (perbedaan-perbedaan) dimaksudkan di sini dengan masalah keyakinan/aqidah/keimanan/kepercayaan kepada Allah SWT, Malaikat, Nabi dan Rasul, Kitab-kitab Allah, Hari Kiamat, Qodlo dan Qodar Allah SWT, sebagaimana tercantum dalam rukun Iman.[2]
Faktor-faktor penyebab timbulnya firqah firqah tersebut diantaranya karena : 
  1. Tingkat pengetahuan ummat   
  2. Karena fanatik pada pendapat golongannya
  3. Karena umat Islam sering memutlakan pendapat sendiri atau kelompoknya 
  4. Kurangnya contoh sebagaiman dicontohkan Rasulullah SAW.


Sementara awal timbulnya firqah-firqah itu bermula dari soal kepentingan menyangkut pergantian kepemimpinan setelah Rasulullah SAW, wafat. Terlihat dari kisah yang terjadi setelah Rasulullah SAW menghadap Allah SWT.
  1. Mempelajari ajaran Islam secara benar dapat dilakukan dengan cara-cara mempelajari Islam dari sumbernya yang asli yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah 
  2. Mempelajari Islam secara menyeluruh, tidak sebagian-sebagian 
  3. Mempelajari Islam dari kepustakaan yang tertulis para ulama besar, kaum zu’ama dan cendekia muslim. 
  4. Tidak mempelajari Islam dari kenyataan perilaku umat Islam saja karena belum tentu perilaku umat Islam sesuai dengan ajaran agama Islam.

B. Paham dan Aliran dalam Lapagan Islam
 
1. Paham Khawarij, Murjiah, Qodariyah dan Jabariyah
a. Lahirnya Paham Khawarij
Timbulnya Khawarij setelah terjadinya peperangan Siffin diantara Ali dan Muawiyah. Peperangan itu diakhiri dengan suatu gencatan senjata untuk mengadakan perundingan antara kedua belah pihak.
Golongan Khawarij adalah golongan pengikut Ali yang tidak setuju dengan adanya gencatan senajata dan perundingan, Sebab itulah golongan ini memisahkan diri dari fihak Ali. Maka timbullah Khawarij, suatu golongan yang menentang Ali dan menentang Muawiyah.
Golongan ini yang berkembang dan tersebar ke mana-mana dalam alam Islam pada masa itu. Sehingga inilah salah satu aliran pula yang menjadi opposisi dari pemerintah Umawiyyah kelak, sampi menjadikan sebab jatuhnya Daulah Umawiyah bagian timur.
Fanatisme Islam dan keikhlasan berjuang dan keberanian menghadapi maut yang luar biasa, golongan ini memang dapat dibanggakan, bahkan kebanyakan tokoh-tokoh mereka sangat patuh menjalankan ibadah, sehingga dinyatakan bahwa diantara kode-kode yang digunakan ialah : cahaya yang tampak bersinar di atas dahi mereka, karena seiringnya digunakan untuk berwudhu dan shalat.
Pada umumnya golongan khwarij ini bersemboyan “tiadak ada hukum selain hukum Allah”. Golongan Khawarij ini terdiri dari beberapa aliran lagi, tapi pada garis besarnya fahamnya sama, yaitu sebagai berikut :
  1. Menurut anggapan mereka : Ali, Usman dan orang yang turut dalam peperangan Jamal dan juga orang-orang yang setuju tentang diadakannya perundingan antara ali dan Muawiyah, mereka semuanya dihukumi Kafir 
  2. Setiap orang dari umat Muhammad yang terus menerus berbuat dosa besar, hingga matinya belum taubat, maka dihukumi kafir dan akan kekal masuk neraka. Tapi golongan Najadar, beranggapan hanya kafir terhadap nikmat Tuhan saja 
  3. Boleh tidak mematuhi terhadap Khalifah, bila menurut anggapan mereka Khalifah itu zalim atau khianat
b. Lahirnya Paham Murjiah
Aliran ini timbul di Damaskus pada akhir abad pertama Hijriyah. Golongan ini dinamakan Murjiah, karena lafaz itu berarti menunda atau mengembalikan.
Golongan ini berpendapat bahwa seorang mukmin yang melakukan dosa besar itu ia tetap mukmin, tetapi ia tetap berdosa, sedang ketentuan nasibnya terserah kepada Allah kelak di akherat, apakah dimaafkan atas rahmatnya atau disiksa atas keadilan-Nya.
c. Lahirnya Paham Qodariyah
Aliran ini timbul kira-kira pada tahun 70 H. Yang dipelopori oleh Ma’abad Al-Jauhani Al-Bisri, Gailan ad Dimsyqi dan lain-lain.
Faham Qodariyah ini pada hakikatnya bagian dari faham Mu’tazilah, karena imam-imamnya terdiri dari orang-orang Mu’tazilah, akan tetapi sepanjang sejarah persoalan Qodariyah ini merupakan satu soal yang besar juga yang harus menjadi perhatian. Timbulnya aliran Qodariyah ini di Irak pada zaman pemerintah Khalifah Abdul Malik bin Marwan.
Aliran ini berpendapat, bahwa manusia itu mempunyai kekuasaan mutlak atas dirinya dan segala amal perbuatannya. Dengan kemauan dan kekuasaan sendiri, manusia dapat berbuat baik atau buruk dengan tidak ada kekuasaan lain yang memaksanya. Dasar fikiran ini adalah adanya ketentuan pahala dan siksa, bagi mereka yang berbuat baik akan mendapat pahala dan mereka yang berbuat dosa akan mendapat siksa.
d. Lahirnya Paham Jabariyah
Aliran jabariyah adalah golongan yang menentang gerakan Qodariyah. Yang mula-mula membangun gerakan ini adalah Jaham bin Syafwan, makanya gerakan ini sering disebut Jahamiyah. Jahamlah yang mula-mula mengatakan bahwa manusia adalah dalam keadaan terpaksa, tidak bebas dan tidak mempunyai kekuasaan sesuatu, sesunguhnya Allah sajalah yang menentukan sesuatu itu kepada seseorang, baik dia yang dikehendaki atau tidak.
Pendapat-pendapat golongan ini diantaranya adalah :
  1. Surga dan Neraka itu tidak abadi, yang abadi hanyalah Tuhan saja 
  2. Tuahan Allah tidak dapat dilihat kelak di akhirat 
  3. Tuhan itu tidak boleh mempunyai sifat-sifat yang bersamaan dengan makhluk, tuhan tidak boleh dinyatakan mempunya sifat hayat, sebagaimana juga tidak boleh dinyatakan, bahwa tuhan itu mempunyai sifat mati. 
  4. Qur’an itu adalah sebagi makhluk Allah yang dibuatnya (artinya Hadits : Baru). 
e. Aliran Mu’tazilah dan Ahlussunnah Wal-Jama’ah
a.  Mu’tazilah
Pembangunan aliran ini adalah Abu Khuzafah Wasil Bin Ato’ Al-Ghazali. Timbulnya di zaman Abdul Malik bin Marwan dan anaknya Hisyam bin Abdul Malik. Golongan ini dinamakan Mu’tazilah, karena wasil itu memisahkan diri dari gurunya Al-Hasan Al-Basyri, karena perbedaan pendapat tentang orang Islam yang mengerjakan maksiat dan dosa besar, hingga mati ia belum juga tobat. Dalam masalah ini golongan Mu’tazilah menganggap mereka tidak mukmin dan tidak kafir, tetapi Manzilah baina Manjilatain.
Sebagai keringkasan ajaran Mu’tazilah ini adalah sebagai berikut :
  1. Oarang Islam yang mengerjakan dosa besar, sehingga matinya belum taubat, maka orang itu dihukumkan tidak kafir dan tidak mukmin, tapi antara keduanya itu (Manzilah baina Manjilatain) 
  2. Tentang Qodar, mereka berpendapat sesungguhnya bukanlah Allah menjadikan segala perbuatan ini, tetapi makhluk sendirilah yang menjadikan dan mengerjakan segala perbuatannya. 
  3. Tentang ketauhidan, Mu’tazilah menafi’kan Allah bersifat dengan sifat-sifat yang azali dari ilmu Qudrot, Hayat dan sebagainya selain Zat-Nya saja, bahkan Allah tu bersifat Aliman, Qodiron, Hayan, Sami’an, Basiran dan sebaginya dalah dengan Zat-Nya demikian. 
  4. Tentang akal, yaitu manusia dengan akalnya dapat mengetahui yang baik dan yang buruk, sekalipun tidak diberikan oleh syara’. 
  5. Tentang janji dan sanki itu pasti terlaksana, janji dengan pahala sanki dengan siksa, janji menerima taubat, Tuhan tidak akan memaafkan dosa besar tanpa taubat tidak akan menutupi pintu pahala bagi orang yang akan bertaubat dan akan berbuat kebaikan.
b. Pemahaman aliran Ahlussunnah Wal-Jama’ah
Timbulnya golongan Ahlussunnah Wal-Jama’ah ialah pada abad III hijriyah. Pelopornya ialah dua orang ulama besar dalam bidang ushuludin, yaitu syekh Abu Hasan Ali Al_asy’ari dan Syekh Abu Mansur Al-Maturidi. Golongan Ahlussunnah Wal-Jama’ah ini timbul sebagai reaksi terhadap firqah-firqah yang sesat. Perkataan Ahlussunnah Wal-Jama’ah kadang-kadang dipendekan penyebutannya denganAhlussunnah Wal-Jama’ah atau Sunni saja dan kadang-kadang disebut Asy’ariyah, dikaitkan pada guru besarnya yang pertama kali : Abu Hasan Ali Al-Asy’ari. Dasar timbulnya aliran Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah ayat Allah Al-Qur’an dan Hadits Nabi dasar ayatnya adalah :
Artinya : “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.”(Q.S. At-Taubat : 100).
Adapun pokok-pokok ajaran aliran Ahlussunnah Wal-Jama’ah antara lain :
1. Allah SWT, memiliki sifat-sifat wajib, Mustahil dan Zaij
2. Tentang melihat Allah, Ahlussunnah Wal-Jama’ah berpendapat bahwa Allah SWT, akan dapat dilihat di akhirat, berdasarkan firman-Nya :

Artinya : “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka Melihat.” (Q.S. Al-Qiyyamah : 22-23).

Tokoh Utama Pendiri NU

Tokoh Utama Pendiri NU
KH Moh Hasyim Asy`ari

KH Wahab Hasbullah

Pencipta Lambang NU

Pencipta Lambang NU
KH Ridwan Abdullah
KH Bisri Syamsuri




  KH Ridwan Abdulla KH Ridwan Abdulla
3. Tentang syarat, Sirotul Mustaqim, mizan dan Had, Ahlussunnah Wal-Jama’ah mengakui adanya syafaat, Sirotul Mustaqim dan Had

Jumat, 24 Oktober 2014

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN NU

A.    Sejarah NU
Nahdlatul Ulama (kebangkitan ulama atau kebangkitan cendikiawan Islam) disingkat NU adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.
Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1928 tersebut dikenal dengan “Kebangkitan Nasional”. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana –setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan Membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 Didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan “Nahdlatul Fikri” (kebangkitan pemikiran), Sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan Keagamaan kaum santri. Didirikan Kemudian dan situ Nalidlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat ini dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bid'ah. Gagasan kaum Wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dan kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah maupun PSII di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al-Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan dalam delegasi sebagai Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa KH. Hasyim Asy’ari, KH Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya berjalan keluar membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.
Didorong oleh umatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dan segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Peran itulah internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga.
Komite Berangkan dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkoordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka KH. Hasyim Asy’ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah. Kedua kitab tersebut, kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU, yang dijadikan dasar dan rujukan sebagai warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan po1itik.

B.     Paham Keagamaan
NU menganut paham Ahlussunah wal Jama’ah, sebuah pola pikir yang banteng jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqh (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Quur’an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti satu mazhab: Syafi’i meskipun tiga madzhab mengakui yang lain: Hanafi, Maliki, Hambali, sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU Berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syari’at.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Merumuskan kembali serta hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
Sayang, dalam waktu cukup lama, kekayaan intelektual yang dimiliki NU itu tidak mengalami perkembangan signifikan. Akibatnya, NU dengan berbagai tradisi dan lembaga pendidikannya (pesantren) hanya menjadi semacam “dapur pengawet” ilmu. ilmu keislaman. Tidak ada upaya serius untuk merevitalisasi, apalagi melakukan transformasi terhadap khazanah itu. Hal ini bisa dipahami karena ulama NU umumnya mempunyai pengetahuan keagamaan yang hampir seragam, baik di bidang teologi, tasawuf maupun fikih.
Sumber pengetahuan yang digunakan, baik dalam arti genealogi intelektual maupun kitab-kitab yang menjadi rujukan, juga dapat dikatakan sama sehingga belum terjadi apa yang disebut “diversifikasi pengetahuan”. Dalam situasi demikian bisa dipahami jika pada masa- masa mi para pengamat tidak begitu tertarik dengan NU, akibatnya, hingga awal 1990-an kita masih sulit menemukan karya berbobot mengenai NU. Bila orang melihat NU paling-paling hanya gemuruh politik yang tampak di permukaan, sedangkan hasil pemikirannya hampir-. hampir tidak dilirik orang. Singkatnya, hingga paruh kedua 1980-an, NU tidak mempunyai pesona.
Pertanyaan yang muncul, mengapa dalam waktu yang panjang (sejak tahun kelahiran NU sampai paruh kedua 1980an) perkembangan intelektualisme NU hampir-hampir tidak bergerak, bahkan mereka menjadi “palang pintu” penjaga ortodoksi? Pertanyaan ini dapat dijawab dan berbagai perspektif.
Pertama, dalam waktu panjang di kalangan NU belum terjadi mobilisasi intelektual dalam arti belum banyak warga NU terpelajar yang menempuh pendidikan tinggi.
Kedua, akibat dan hal pertama, genealogi intelektual ulama NU juga hampir seragam, belum terjadi variasi dan diversifikasi sumber keilmuan. Hal ini bukan berarti ulama NU selalu mempunyai pandangan yang sama mengenai suatu masalah. Meski genealogi intelektualnya relatif sama, ekspresi di tingkat personal sering berbeda, bahkan bertentangan antara satu dengan lain.

C.    Dasar Pendukung
Dalam menentukan dasar pendukung atau warga NU ada beberapa istilah yang perlu diperjelas, yaitu anggota, simpatisan atau pendukung dan Muslim tradisionalis yang sepaham dengan NU. Jika istilah warga disamakan dengan istilah anggota, maka sampai hari ini tidak ada satu dokumen resmi pun yang bisa dirujuk untuk itu. Karena sampai hari ini tidak ada tumbuh Upaya serius di NU di tingkat apapun untuk mengelola keanggotaannya. Dari segi pendukung atau simpatisan ada dua cara melihatnya. Dari segi politik, ini bisa dilihat dan jumlah perolehan suara partai-partai yang berbasis atau diasosiasikan dengan NU, seperti PKBU, PNU, PKU, Partai Suni, dan sebagian dari PPP. Dari segi keagamaan paham maka bisa dilihat dari jumlah orang yang mendukung dan mengikuti paham keagamaan NU. Maka dalam hal ini bisa dirujuk hasil penelitian Saiful Mujani (2002) yaitu berkisar 48% dan muslim santri Indonesia. Suaidi Asyari (Nalar Politik NU & Muhammadiyah, 2009) memperkirakan ada sekitar 51 juta dari Muslim santri dapat dikatakan pendukung Indonesia, pengikut paham atau keagamaan NU. Sedangkan jumlah santri yang disebut Muslim sampai 80 juta atau lebih merupakan mereka paham keagamaannya yang sama dengan paham keagamaan NU. Belum tentu mereka ini semuanya warga mau disebut atau berafiliasi dengan NU. Mayoritas pengikut NU terdapat di pulau DKI, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Perkembangan terakhir pengikut NU mempunyai beragam profesi yang sebagian besar dari mereka adalah rakyat jelata, baik di kota maupun di desa. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena secara sosial ekonomi memiliki masalah yang sama, selama itu mereka juga sangat menjiwai ajaran Ahlususunnah wal Jamaah. Pada umumnnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
Basis pendukung NU ini mengalami pergeseran, sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi, maka penduduk NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Maka kalau selama ini basis NU lebih kuat di sektor petani di pedesaan, maka saat di sektor buruh di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini. Belakangan ini NU sudah memiliki sejumlah Doktor atau Master dalam berbagai bidang ilmu selain dari ilmu ke-Islam-an baik dan dalam maupun luar negeri, termasuk negara-negara Barat. Hanya saja para Doktor dan Master ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para pengurus NU hampir di setiap lapisan kepengurusan NU.
NU di kabupaten Temanggung bermula dan para pengikut Toriqoh Naqshabandiyah yang berpusat di Sokaraja Banyumas. Kebetulan Temanggung termasuk wilayah Banyumas konsul yang diketuai oleh Raden Muhtar. Kota Parakan mulanya dijadikan badal mengingat cabang toriqoh Sukaraja berpusat di Parakan.

D.    Tujuan dan Usaha Organisasi
1.      Tujuan Organisasi
Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah wal Jamaah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.      Usaha Organisasi
a.       Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
b.      Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk Muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas. Hal ini terbukti dengan lahirnya lembaga-lembaga pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di pulau DKI.
c.       Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
d.      Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan berkembangnya ekonomi mengutamakan rakyat. Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang telah terbukti membantu masyarakat.
e.       Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyarakat.



E.     Struktur Organisasi
  1. Pengurus Besar (tingkat Pusat)
  2. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)
  3. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten / Kota) atau Pengurus Cabang Istimewa untuk kepengurusan di luar negeri.
  4. Pengurus Majelis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan)
  5. Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan)
Untuk Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan, terdiri dari:
1.      Mustayar (Penasihat)
2.      Syuriyah (Pimpinan Tertinggi)
3.      Tanfidziyah (Pelaksana Harian)
4.      Untuk Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:
5.      Syuriyah (Pimpinan Tertinggi)
6.      Tanfidziyah (Pelaksana Harian)
Daftar Pimpinan Nahdlatul Ulama:
Berikut ini adalah daftar Ketua Rais Aam (Pimpinan Tertinggi) Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama:
1.      KH. Mohammad Hasyim Asy’arie, 1 926 – 1947.
2.      KH. Abdul Wahab Chasbullah, 1947 – 1971.
3.      KH. Bisri Syansuri, 1972 – 1980.
4.      KH. Muhammad Ali Maksum, 1980 – 1984.
5.      KH. Achmad Siddiq Muhammad Hasan, 1984 – 1991.
6.      KH. Ali Yafie (pjs), 1991 – 1992.
7.      KH. Muhammad Ilyas Ruhiat, 1992 – 1999.
8.      KH. Muhammad Ahmad Sahal Mahfudz, 1999 – sekarang.
Jaringan Organisasi
Hingga akhir tahun 2000, jaringan organisasi NU meliputi:
33 Wilayah,
439 Cabang,
15 Cabang Istimewa yang berada di luar negeri,
5.450 Majelis Wakil Cabang / MWC,
47.125 Ranting.

F.     NU dan Politik
Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti Pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang mendukung Sukarno. Setelah PKI memberontak, NU tampil sebagai salah satu golongan yang aktif menekan PKI, terutama lewat sayap pemudanya GP Anshor.
NU Kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa Orde Baru. Mengikuti Pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP. Pada Muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri untuk ‘Kembali ke Khittah 1926’ yaitu untuk tidak lagi berpolitik praktis.
Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid. Pada Pemilu 1999 PKB memperoleh 51 kursi DPR dan Bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman Wahid Sebagai Presiden RI. Pada Pemilu 2004, PKB memperoleh 52 kursi DPR.

G.    Perkembangan NU
Perkembangan kontemporer pemikiran keagamaan (Islam) dalam komunitas NU menunjukkan fenomena yang menarik, terutama yang digalang kader mudanya. Mereka mempunyai gagasan keagamaan progresif dalam merespons modernitas dengan menggunakan basis pengetahuan tradisional yang mereka miliki setelah dipersentuhkan dengan pengetahuan baru dan berbagai khazanah modern.
Mereka tidak hanya concern dengan modernitas yang terus dikritik dan disikapi secara hati-hati, tetapi juga melakukan revitalisasi tradisi. Proses revitalisasi tradisi yang mereka lakukan tidak sekadar mengagung-agungkan dan mensakralkan tradisi, tetapi juga melakukan kritik secara mendalam atas tradisinya sendiri, baik yang berkaitan dengan perilaku maupun pemikiran. Bahkan, sendi-sendi doktrinnya sendiri seperti doktrin ahl al-sunnah wa al-jamâ’ah tidak lepas dan sasaran kritisismenya. Pikiran dan sikap mereka secara umum jauh lebih responsif dibanding seniornya dalam menghadapi modernitas.
Munculnya gairah barn intelektualisme NU tidak lepas dan keputusan NU meninggalkan hiruk-pikuk kehidupan politik praktis dengan konsep kembali ke khitah 1926 pada 1984. Dengan keputusan itu, warga dan elite NU tidak lagi disibukkan urusan-urusan politik praktis sehingga mempunyai waktu lebih banyak untuk memperhatikan masalah pendidikan. Selah itu, terpilihnya Kyai Achmad Siddiq sebagai Rais ‘Aam Syuriyah dan Abdurrahman Wahid sebagai Ketua Umum Tanfiziyah PB NU pada Muktamar di Situbondo tahun 1984 mempunyai pengaruh signifikan perkembangan pemikiran keagamaan NU.
Dalam konteks inilah, Muktamar Pemikiran Islam di NU mempunyai makna yang strategis untuk terus menjadikan NU sebagai eksemplar gerakan intelektual, bukan semata-mata sebagai gerakan politik.
Komunitas NU dikenal sebagai masyarakat “tradisional”. Tradisionalisme itu di satu pihak merupakan hambatan perkembangan NU, di pihak lain hal itu sekaligus merupakan modal sosial-intelektual dan kekuatan bagi NU. Artinya, apa pun upaya yang dilakukan untuk “mengubah wajah NU” harus berangkat dari realitas masyarakat NU sendiri. Tradisionalisme itu biasanya ditandai beberapa hal. Pertama, komunitas ini sebagian besar tinggal di pedesaan, meski belakangan terjadi mobilitas vertikal di kalangan elite pedesaan ini, terutama kalangan muda NU terpelajar. Mereka tidak lagi tinggal di pedesaan, tetapi mulai menjadi agen-agen perubahan di perkotaan. Meski demikian, sebagian besar warga NU tetap tinggal di pedesaan dengan karakternya sendiri. Salah satu karakter pedesaan adalah kurang dinamis, sulit melakukan perubahan, dan lebih bersifat defensif terhadap modernitas.
Kedua, NU mempunyai dasar-dasar dan kekayaan intelektual yang senantiasa diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui lembaga pesantren. Karena kekayaan itu sehingga menjadikan NU amat apresiatif terhadap pemikiran lama meski oleh kalangan tertentu diklaim sebagai bid’ah dan khurafat. Dengan kaidah al-muhâfazah ‘ala al-qadim al-shâlih wa al-akhzu bi al-jadId al-ashlãh (memelihara [hazanah] lama yang baik dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik), kekayaan intelektualisme ini terbentang mulai zaman Nabi Muhammad, zaman klasik, pertengahan hingga zaman modern. Khazanah ini merupakan modal kultural-intelektual yang luar biasa bagi NU untuk berdialektika dengan modernitas.
Ketiga, NU mempunyai lembaga pendidikan yang cukup mapan sebagai basis transmisi keilmuan, yaitu pesantren. Dengan berbagai kekhasan dan subkulturnya, pesantren terbukti mampu bertahan dalam masyarakat yang terus berubah. Meski banyak kritik yang ditujukan kepada lembaga pendidikan tradisional ini, seperti kepemimpinan kyai yang amat kharismatik, tidak menumbuhkan kritisisme santri, pengajarannya tidak terprogram dan sebagainya, pesantren mempunyai kekuatannya sendiri berupa “nilai” yang tidak dimiliki lembaga lain.